jangan hanya puas dengan hasil sedikit tapi puaslah karena usaha anda yang banyak dan berhasil. ingat!!! hasil akhir dari usaha anda itu penting

December 23, 2016

KONSEP PEMIMPIN DALAM ISLAM

a.    Pengertian Pemimpin
            Pemimpin menurut Henry Pratt Fairchild, seperti yang dikutip oleh Kartono, dalam pengertian luas ialah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin adalah seorang yang membimbing, memimpin, dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya. Dengan bahasa yang lebih sederhana, John G. Alee mendefinisikan pemimpin adalah pemandu, penunjuk, penuntun, atau komandan.
            Dalam perspektif Islam, untuk menjadi pemimpin yang amanah dengan jabatannya, dibutuhkan beberapa hal, yaitu:
a.    Pemimpin tersebut haruslah seorang yang taat kepada Allah dan Rasulnya. Seorang yang jujur, berani, sehat, dan cerdas.
b.    Pemimpin tersebut haruslah orang yang ikhlas dan berjuang semata-mata hanya untuk kepentingan ideologinya (Islam) saja.
c.    Pemimpin tersebut haruslah mempunyai ide dan metode “perubahan yang benar” dan mampu mengaitkan antara ide dan metode tersebut ke dalam sebuah aksi.
d.   Pemimpin tersebut haruslah mampu menyatukan rakyatnya dalam ikatan yang “sahih” yang mampu mengantarkan kepada kemaslahatan/ kesejahteraan bersama.
e.    Pemimpin tersebut harus mempunyai orientasi, strategi-taktik, dan focus yang benar dan jelas untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik lagi.

 Untuk menjadi pemimpin yang amanah tidak bisa dipungkiri motivasi dalam diri sebagai muslim adalah hal yang penting. Hal ini karena, dalam dunia materi (nyata, konkret) terlebih dalam dunia politik, selalu berbenturan dengan kepentingan-kepentingan orang lain, yang searah atau bersebrangan. Hal inilah yang akan, mempengaruhi pola pikir calon pemimpin.
Arvan Pradiansyah, dalam bukunya yang berjudul, Kalau Mau Bahagia Jangan Jadi Politisi, menceritakan  ketika lingkungan bisa merubah pola pikir temannya yang taat beragama menjadi seorang koruptor. Seolah tidak percaya, tapi itulah yang terjadi.
Hal ini menurut Arvan, karena proses penggarusan nilai terus terjadi dalam interaksinya dengan para politisi dan anggota dewan. Proses ini terjadi karena adanya suatu pembiasaan. Contoh sederhana lainnya, ketika ada seorang pendatang ke Jakarta berasal dari desa, yang selalu menggunakan kata yang sopan. Ketika berkomunikasi dengan teman yang lain di Jakarta selalu menggunakan kata gaul “elu dan gua”. Pertama kali pasi seorang tersebut akan merasa risih dan terkesan kasar. Tapi lambat laun, seorang tersebut mulai menerima bahwa kata tersebut bukanlah kata yang kasar, melainkan kata yang menunjukkan keakraban dan kedekatan. Ya, hal inilah yang menunjukkan bahwa lingkungan bisa membentuk karakterseseorang.
b.    Penyalahgunaan jabatan (korupsi)
Dewasa ini korupsi menjadi kasus yang selalu hangat diperbincangkan media. Hampir setiap hari, media massa menempatkan kasus korupsi menjadi head lean-nya. Secara sederhana, korupsi dapat dipahami sebagai usaha menggunakan kemampuan campur tangan karena posisinya untuk menyalah gunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang, atau kekayaan untuk kepentingan keuntungan dirinya.
Melihat hal tersebut, apa sebenarnya yang melatar belakangi seseorang (pemimpin) untuk melakukan korupsi. Setidaknya, menurut Arvan ada tiga hal (paradigm) yang mendasarinya, yaitu:
Pertama, adalah kecenderungan bahwa manusia untuk mementingkan diri sendiri dan keserakahan yang tidak ada batasnya. Ini didasarkan pada paradigma yang salah dalam memandang hidup. Banyak orang yang memandang dirinya hanya makhluk fisik, yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mereka lupa, bahwa pada dasarnya manusia juga merupakan makhluk spiritual yang memandang hidup di dunia hanya sementara.
Kedua, banyak orang yang masih melihat jabatan sebagai kesempatan, bukan amanah. Karena itu, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan jabatan kemudian memaksimalkan jabatan tersebut untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya masing-masing.
Dan Ketiga, banyak orang yang berfikiran bahwa “semua orang akan melakukan hal yang sama bila mereka mendapatkan kesempatan (jabatan) yang sama”. Kalaupun ada orang yang protes dan tidak setuju, hal itu karena yang bersangkutan tidak punya kesempatan.
Ketika paradigm pemimpin seperti itu, bisa kita bayangkan bagaimana sistem atau kebijkan yang mereka buat. Sudah hampir dipastikan, kepentingan rakyat menjadi prioritas dengan nomor sekian, yang pertama dan utama adalah bagaimana jabatan menghasilkan keuntungan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Korupsi, dewasa ini bisa dikatakan sebagai masalah sosial. Karena kejahatan korupsi tidak hanya dilakukan di pemerintah pusat saja, tetapi juga menjalar ke daerah-daerah di Indonesia. Tidak hanya dilakukan oleh pemimpin tingkat pusat saja, tetapi juga oleh pegawai kelurahan. Selain itu, korupsi juga menjamah lembaga pendidikan, yang nota bene tempat pencetak generasi muda yang mempunyai intelektualitas.
Ketika sudah seperti itu, korupsi sudah menjadi masalah sosial, yang harus dilakukan adalah dengan melakukan aksi sosial. Karena menurut Jalaluddin Rahmat, masalah sosial tidak bisa terselesaikan apabila hanya melakukan aksi individu saja, harus dengan aksi sosial. Aksi sosial ini, menurut penulis, tidak cukup melakukan aksi di jalanan dengan menyuarakan anti korupsi saja. Tetapi dengan merevisi dan menyempurnakan sistem-sistem sosial yang ada. Karena tidak dipungkiri, kejahatan korupsi bisa terjadi karena sistem (aturan dan hubungan yang diorganisir).

Baca Yang ini

Musik Mp3

Filsafat

Bimbingan Konseling

Ilmu Alam

Artikel