Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia dalam perkembangannya,kita tahu ekonomi di indonesia mengalami
banyak masalah terutama pada awal kemerdekaan.sistem ekonomi pertama yang di
anut di indonesia adalah sistem ekonomi liberal pada tahun 1955 - 1957.namun
sistem ini tidak bertahan lama karena dinilai belum mampu memperbaiki masalah
finansial yang dihadapi oleh Indonesia sewaktu dijajah oleh belanda dan jepang.
Karena kegagalan sistem ekonomi liberal ,indonesia beralih sistem
menjadi etatisme pada tahun 1959. sistem ekonomi Etatisme juga dinilai belum
mampu memperbaiki masalah finansial di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
adanya hambatan bagi pengusaha pribumi untuk mengambil alih perusahaan yang
telah ditinggalkan oleh kaum penjajah. Sistem Ekonomi Campuran. Sistem Ekonomi
Campuran sering dianggap sebagai kerangka atau awal lahirnya dimulai sistem
ekonomi yang berbasis nilai-nilai dalam pancasila. Sistem ekonomi campuran
mulai dianut oleh bangsa Indonesia pada tahun 1967-1998. Sistem ekonomi ini
cukup lama berada di Indonesia karena dinilai mampu untuk mengendalikan Inflasi
atau lonjakan harga barang secara drastis dan berlangsung secara terus-menerus.
Pada saat Indonesia menganut sistem ekonomi Etatisme, terjadi lonjakan Inflasi
yang sangat drastis hingga mencapai 650 % per tahun. Dengan adanya sistem
ekonomi Campuran diharapkan krisis inflasi yang tengah melanda Indonesia saat
itu dapat ditekan dan diminimalkan.
Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Nabi Muhammad
sebagai utusan Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai
kebijakan yang selanjutnya diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya
yaitu Khulafaur Rasyidin. Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Qur’an dan
al-hadits.di indonesia sendiri ekonomi islam di bawa oleh para pedagang
gujarat,persia,china,dan yang lainnya. . Kearifan akhlak dan santunnya tata dagang dan penyelesaian akad
yang dilakukan para pedagang muslim memberikan referensi tersendiri bagi
masyarakat pesisir kala itu.sehingga sistem sistem ekonomi islam mudah diterima
oleh masyarakat indonesia.
Bersamaan dengan tuntutan perlunya suatu institusi resmi yang legal
menanggapi meningkatnya kebutuhan masyarakat akan suatu sistem kelembagaan yang
syar’i, maka pemerintah mulai memfasilitasi legalisasi atas munculnya Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS). Perkembangan ekonomi islam yang semakin marak ini
merupakan cerminan dan kerinduan umat islam di Indonesia ini khususnya seorang
pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis yang secara islami dan diridhoi oleh
Allah swt. Dukungan serta komitmen dari Bank Indonesia dalam keikutsertaanya
dalam perkembangan ekonomi islam dalam negeripun merupakan jawaban atas gairah
dan kerinduan dan telah menjadi awalan bergeraknya pemikiran dan praktek
ekonomi islam di dalam negeri, juga sebagai pembaharuan ekonomi dalam negeri
yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan ekonomi islam di Indonesia
maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia berdiri Bank Muamalat tahun
1992.
Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan
dengan negara-negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan ironi,
mengingat pemerintah RI yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam
beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep bank
Islam, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri. KH Hasan Basri, yang pada
waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan
pendirian Bank Islam di Indonesia karena political-will belum mendukung.
Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal
periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar
ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk
menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam
Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan
Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung
(Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti).
Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan
rekomendasi Bank Syari’at Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari
larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan
guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas
disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudlarabah,
musyarakah dan murabahah.
Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang
berdampak besar terhadap goncangan lembaga perbankan yang berakhir likuidasi
pada sejumlah bank, Bank Islam atau Bank Syariah malah bertambah semakin pesat.
Pada tahun 1998, sistem perbankan islam dan gerakan ekonomi islam di Indonesia
mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh
krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank
ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini
keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU
No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Keberadaan perbankan Islam atau yang pada perkembangan mutakhir
disebut sebagai Bank Syariah di Indonesia telah diakui sejak diberlakukannya
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan lebih dikukuhkan dengan
diundangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No. 7 tahun 1992 beserta beberapa Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia (PBI) sebagaimana telah dibahas di muka. Berkenaan dengan transaksi
dan instrumen keuangan Bank Syariah juga telah dikeluarkan beberapa Peraturan
Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
Sistem syariah ini telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah dan Bank Mu’amalat Indonesia
(BMI). Besar kemungkinan lembaga-lembaga perokonomian syari’ah ini akan terus
berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di waktu yang akan
datang.
Harus diakui bahwa perkembangan ekonomi Islam merupakan bagian
penting dari pembangunan ekonomi Bangsa Indonesia dan juga mayoritas muslim,
bukan hanya sebuah gerakan sebagaimana penilaian dan pemikiran oleh sebagian
orang yang sama sekali tidak paham tentang karakteristik ekonomi syari'ah.
Hikmah didirikannya ekonomi Islam pun sangat banyak, salah satunya
praktek ekonomi Islam ini mengajarkan pada kita bahwa perbuatan riba
(melebih-lebihkan) itu adalah perbuatan dosa besar yang sangat dibenci oleh
Allah SWT dan mengajarkan pada kita agar menjauhi perbuatan tersebut. Selain
itu ekonomi Islam juga sebagai wadah menyimpan dan meminjam uang secara halal
dan diridhoi oleh Allah SWT.
Selain itu potensi dasar penerimaan masyarakat Indonesia akan
muatan ajaran-ajaran ekonomi Islam membuat sangat besar harapan akan
terwujudnya suatu tata ekonomi syar’i yang mampu meningkatkan taraf hidup dan
sistem bentukan ekonomi masyarakat.