- Manthuq
Mantuq adalah makna lahir yang tersurat (eksplisit) yang tidak mengandung kemungkinan pengertian ke makna yang lain.
Pembagian Manthuq- Nash ialah lafadz yang bentuknya sendiri telah jelas maknanya.
“Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali, itulah sepuluh (hari) yang sempurna.”
Penyifatan “sepuluh” dengan “sempurna” telah mematahkan kemungkinan “Sepuluh” ini diartikan lain secara majaz (kiasan). Inilah yang dimaksud dengan nash.
- Zahir ialah lafadz yang yang maknanya segera dipahami ketika diucapkan tetapi masih ada kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh).
“Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka bersuci ….”
Berhenti dari haid dinamakan suci (tuhr), berwudhu dan mandi pun disebut “tuhr”. Namun penunjukan kata “tuhr” kepada makna kedua (mandi) lebih tepat, jelas (zahir) sehingga itulah makna yang rajih (kuat), sedangkan penunjukan kepada makna yang pertama (berhenti haid) adalah marjuh (lemah).
- Muawwal
- Dalalah Istida'
“Diharamkan atas kamu ibu-ibumu”
Ayat ini memerlukan adanya adanya kata-kata yang tidak disebutkan, yaitu kata “bersenggama”, sehingga maknanya yang tepat adalah “diharamkan atas kamu (bersenggama) dengan ibu-ibumu.”
- Dalalah Isyaroh
Ayat ini menunjukkan sahnya puasa bagi orang-orang yang di waktu pagi hari masih dalam keadaan junub, sebab ayat ini membolehkan bercampur sampai dengan terbit fajar sehingga tidak ada kesempatan untuk mandi. Keadaan demikian memaksa kita berpagi dalam keadaan junub.
- Mafhum
- Mafhum muwafaqah (perbandingan sepadan) yaitu makna yang hukumnya sepadan dengan manthuq
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya (orang tua) perkataan ‘ah’ .”
- Fahwal khitab yaitu apabila makna yang dipahami itu lebih memungkinkan diambil hukumnya daripada mantuq. Misalnya pada QS Al-Isra ayat 23 :
Ayat ini mengharamkan perkataan “ah” yang tentunya akan menyakiti hati kedua orang tua, maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain seperti mencaci-maki, memukul lebih diharamkan lagi, walaupun tidak disebutkan dalam teks ayat.
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya … “
- Lahnul Khitab yaitu bila mafhum dan hukum mantuq sama nilainya. Misalnya pada QS An-Nisa 10 :
Ayat ini melarang memakan harta anak yatim maka dengan pemahaman perbandingan sepadan (mafhum muwafaqah), perbuatan lain seperti : membakar, menyia-nyiakan, merusak, menterlantarkan harta anak yatim juga diharamkan.
- Mafhum mukhalafah (perbandingan terbalik) yaitu makna yang hukumnya kebalikan dari manthuq
- Mafhum sifat adalah sifat ma’nawi. Contohnya pada QS Al-Hujurat 6 : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti … “
Ayat ini memerintahkanmemeriksa dengan meneliti berita yang dibawa oleh orang fasik. Maka dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) bahwa berita yang dibawa oleh orang yang tidak fasik tidak perlu diperiksa dan diteliti.
- Mafhum syarat yaitu memperhatikan syaratnya. Contohnya seperti pada QS At-Talaq 6 : “Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkah.”
Dengan pemahaman perbandingan terbalik (mafhum mukhalafah) maka jika di talak dalam keadaan tidak hamil tidak perlu diberi nafkah.
- Mafhum gayah.Contohnya dalam QS Al-Baqarah 230 : “Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga ia kawin dengan suami yang lain … “
Dengan pemahaman terbalik bila mantan istri sudah ditalak tiga kali kemudian menikah lagi dengan lelaki lain dan kemudian bercerai maka menjadi halal dikawin lagi.
- Mafhum hasr (pembatasan).Misalnya pada QS Al-Fatihah 5 : “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan … “
Dengan pemahaman terbalik maka tidak boleh menyembah kepada selain Allah dan tidak boleh memohon pertolongan kepada selain Allah